TENTANG KAMI

TANGERANG, BANTEN, Indonesia
JASA CETAK CEPAT MURAH BERKUALITAS Kami SB FINISHING,bergerak di bidang jasa percetakan dan Kami siap melayani segala macam kebutuhan percetakan untuk keperluan promosi dan administrasi perkantoran serta bisnis anda. BROSUR - LEFLET - KATALOG - MAJALAH - BULETIN - KSLENDER - POSTER - KARTU NAMA - KARTU UNDANGAN - HANGTAG - COMPANY PROFILE - BANNER - PACKING - PAPER BAG - STIKER - SABLON - FAKTUR - NOTABON - INVOICE - SURAT JALAN - NOTA BUKTI TERIMA KIRIM BARANG - KOP SURAT - KAOS - SERAGAM - SOVENIR -DLL. Komitmen Kami : Pengiriman Barang Tepat Waktu Garansi Kualitas Percetakan Harga Kompetitif Grapich Desain Prepres Proses Proof Finishing Delivery SETTING - DESIGN - LAYOUT SOLUSI TEPAT UNTUK BISNIS ANDA LAYANAN ANTAR UNTUK JABOTABEK Kami siap datang ke tempat anda untuk jenput data dan antar hasil cetakan. For best price and Quality Hub. 0812 8060 3451 / 0895322124721 PIN BB D12N8007 Terima Kasih.

misteri CAHAYA yg keluar dari tubuh nini thowok

0

Misteri Cahaya Yang Keluar Dari
Tubuh Nini Thowok Saat Menari -
Pada 21-24 April lalu, untuk
kesekian kalinya, penari Didik
Hadiprayitno, atau lebih dikenal
dengan nama Didik Nini Thowok,
menari di Amerika Serikat. Ia
diundang atas prakarsa New
Conservatory Theatre Center dan
Asian Art Museum. "Di sana saya
membawakan empat tarian. Itu
yang disebut Mystical Gender,"
kata pemilik nama lahir Kwee
Tjoen Lian itu.
Penari kelahiran Temanggung, Jawa
Tengah, ini menjelaskan, latar
belakang penamaan tarian ini
lantaran berkaitan dengan hal
misterius. Penonton yang melihatnya
menari kerap melihat ada sosok lain
dalam tubuhnya. "Seorang istri
teman saya melihat sosok
perempuan cantik masuk ke dalam
diri saya saat menari," ujar Didik
kepada Anang Zakaria dari Tempo di
kediamannya, di daerah Godean,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Rabu lalu.
Kehadiran sosok lain dalam
tubuhnya saat menari inilah yang
membuat para penonton terpikat.
Apalagi, saat menari, pria kemayu
berusia 56 tahun ini juga
menyertakan gerakan komedi yang
seolah mengajak penonton berdialog
dengannya. Tak mengherankan jika
undangan menari di luar negeri
kerap menghampirinya.
Selama hampir dua jam, ia meladeni
pertanyaan sambil mengepak baju
lantaran esok harinya ia harus
terbang ke Austria selama dua pekan.
"Sebenarnya besok itu cuma untuk
meeting," kata Didik. Pertemuan itu
untuk mempersiapkan pementasan
para koreografer dunia, tahun depan.



Bagaimana awalnya Anda bisa
mendapat undangan ke Amerika
kali ini?
Ceritanya, pada 2009 saya pentas di
Bali. Di sana saya membawakan
Srikandini dan berkolaborasi dengan
penari India. Pas pertunjukan itu, saya
dikenalkan kepada Ed Decker. Ed
melihat pertunjukan saya dan
kemudian deal mengundang saya
pentas di New Conservatory Theatre,
San Francisco. Orang asing planning-
nya matang, ketemunya 2009 dan
realisasinya baru 2011.
Apa saja yang Anda lakukan
selama di Amerika?
Di sana saya membawakan empat
tarian. Itu yang disebut Mystical
Gender. Di antaranya tarian
tradisional yang klasik banget.
Namanya Beskalan Putri (Malangan).
Adapun yang tiga adalah karya
koreografi saya sendiri: Pancasari,
Dewisara Sudah Gandrung, dan
Jepindo Bali Topeng Walangkekek.
Apa maksud Mystical Gender itu?
Disebut Mystical Gender karena
berkaitan dengan hal yang misterius.
Cross-gender (tarian perempuan
yang dibawakan seorang lelaki) bisa
disebut mystic gender karena
berkaitan dengan hal yang misterius.
Di Makassar ada Bissu. Dia itu juga
cross-gender yang disebut
transgender. Sebagai pendamping
raja. Kalau ada message (pesan) dari
"atas" kepada raja, itu melewati dia.
Anda mengalami pengalaman
mistik selama menari?
Sebenarnya yang melihat
(mengalami) adalah penonton. Saat
menari, saya dalam kondisi trance
(kerasukan roh). Setelah
pementasan, mereka ada yang cerita
kepada saya.
Ada contoh soal itu?
Seperti Beskalan Putri itu. Seorang
istri teman saya melihat saya menari
tarian itu. Setelah pementasan, dia
bercerita melihat sosok perempuan
cantik masuk ke dalam diri saya saat
menari. Saat menari, saya memang
trance tapi tidak kesurupan. Selain
itu, di tempat menari itu saya juga
tidak melihat sosok lain di atas
panggung. Beberapa bulan
kemudian, temanku itu mengantar
istrinya melihat saya menari dan dia
ingin belajar menari. Saya ajak
mereka ke Malang. Di tempat itu,
terpampang foto guru saya (sudah
meninggal). Melihat foto tersebut,
istri teman saya itu teringat, yang
merasuki saya saat menari waktu itu
adalah perempuan dalam foto
tersebut.
Pernah mengalami kejadian mistik
selama menari di luar negeri?
Di Jepang pernah. Sekitar tahun
2000-an. Saya diminta menari
Amaterasu oleh seorang teman asal
Jepang. Amaterasu itu adalah Dewi
Matahari. Pementasan dilakukan di
sebuah tempat pertandingan sumo.
Sebelum pementasan, seperti
kebiasaan orang-orang Jepang
umumnya, mereka berdoa di sebuah
kuil kuno.
Saya pun ikut berdoa. Bagi saya, ikut
berdoa di kuil itu seperti tamu yang
memohon izin masuk ke rumah
orang. Kulonuwun. Setelah
pementasan, seorang wanita Jepang
berpakaian kimono datang. Bagi
orang Jepang, datang ke sebuah
pementasan kesenian dengan
berkimono adalah sebuah
penghargaan atas kesenian itu
sendiri. Dia mengatakan sampai
merinding saat melihat saya menari
Amaterasu. Katanya, dari tubuh saya
keluar cahaya saat menari. Antara
percaya dan tidak, tapi saya yakin dia
tak sedang bercanda. Matanya
berkaca-kaca saat bercerita. Jelas
bukan basa-basi. Apalagi kami tak
saling kenal sebelumnya.
Di Amerika, Anda menari berapa
lama? Dan siapa yang membantu?
Itu solo performance, sekitar satu
jam. Di sana saya punya teman
namanya Paul Amron (Paul Amron
Yuwono), lulusan sebuah sekolah
teater di San Francisco. Bisa dibilang
dia manajer saya di Amerika. Dalam
pementasan, dia menjadi MC (master
of ceremony) yang berkarakter. Dia
memakai topeng Bali dan menjadi
bagian dari pertunjukan.
Selain menari, apa ada agenda
lain?
Siang hari, saya mengisi workshop
(sebagai pembicara) di Asian Art
Museum di San Francisco. Di sana
saya juga mementaskan tarian. Satu
tari saja, untuk menarik minat
penonton ke pertunjukan pada
malam harinya. Karena pertunjukan
tari itu pas Minggu (24 April). Selain
ke San Francisco, saya ke Seattle
diundang teman, namanya Jarrad
Powell (penata artistik). Dari Seattle
saya ke Los Angeles memenuhi
undangan (menari) dari konsulat
(Indonesia) dan komunitas orang
Jawa di LA. Di situ saya berkolaborasi
dengan kelompok seni mereka yang
punya dagelan. Namanya Lenong
Petir. Saya pentas di sana, sampai
mereka tidak mau bubar.
Ini pertunjukan Anda yang
keberapa kali di Amerika?
Mungkin lebih dari empat kali (ia
terdiam dan mengingat-ingat). Saya
pernah ke Boston, Washington, San
Francisco, dan Seattle. Sekitar enam
kali. Sejauh yang saya amati, tiap
event (yang dihadiri) selalu berbeda.
Pada 2005 saya diundang sebagai
artis residence selama satu bulan. Itu
penghargaan yang luar biasa bagi
saya. Biasanya untuk diterima
menjadi artis residence harus
mengajukan lamaran. Tapi saya
diundang.
Kabarnya pertunjukan Anda
selalu fully booked di Amerika?
Apa yang membuat mereka
tertarik?
Kadang-kadang tidak juga. Semua
tergantung manajemen. Tapi pada
umumnya memang begitu. Kenapa
digemari? Salah satunya karena
kesenian Indonesia kan unik. Tidak
dijumpai di negara lain.
Tarian apa yang paling mereka
sukai?
Tarian yang saya menari dari
belakang. Rata-rata di mana-mana,
saat saya mementaskan tarian itu,
orang selalu tertarik. Menari di
mana-mana saja, selalu (itu yang)
jadi bahan omongan.
Bagaimana kemajuan dunia tari
kontemporer di Amerika?
Saya susah kalau harus menilai
karena harus akurat. Dalam arti,
perlu survei. Saya takut salah. Tapi,
kalau sepintas saja, Amerika itu kan
negara maju, secara ekonomi mereka
sudah mapan dibanding kita. Jadi
penghargaan seni mereka itu luar
biasa. Karena ada dana yang
disisihkan untuk menikmati itu.
Memang bagaimana di Indonesia?
Di Indonesia, sebenarnya orang juga
sangat menghargai seni. Coba saja
lihat saat ada pertunjukan yang free
(gratis). Ribuan penonton datang.
Cuma, kalau dikaitkan dengan
masalah finansial, jadi terbatas.
Tari Bali, Jawa, dan Sunda banyak
dikenal dan dipelajari orang asing.
Bagaimana dengan tarian daerah
lain?
Di sana banyak sekali kelompok
gamelan. Pemainnya orang sana. Tak
hanya gamelannya, bahkan
tariannya. Orang sana profesional
sekali. Yang saya lihat di Amerika
memang tidak hanya gamelan Jawa
dan Bali, saya lihat juga Jawa Barat.
Tapi sebenarnya tarian Sumatera juga
populer. Ada, tapi tak seheboh Jawa
dan Bali. Bali dan Jawa itu merajai
dunia.
Kenapa Anda selalu memilih
karakter perempuan saat menari?
Karena saya lebih menguasai tarian
putri. Dan, ketika saya belajar,
ternyata bisanya menari putri. Saya
bisa baik sekali membawakan tarian
putri dibanding tarian gagah. Kalau
kita menari, kita kan harus menjiwai
juga. Jadi saya berfokus di situ. Saya
riset, ternyata penari lelaki yang
menari perempuan itu sudah ada
sejak dulu. Dan bukan hal yang aneh.
Tapi menjadi aneh saat memulainya
lagi. Karena sudah lama tidak ada
lagi.
Apa benar asuhan nenek saat
kecil yang mendorong Anda
seperti itu? Diajari menjahit,
menyulam?
Benar (tersenyum). Dari kecil saya
dekat sekali dengan Nenek. Karena
satu-satunya cucu laki-laki. Adik saya
perempuan. Saya pun terbiasa
dengan kebiasaan-kebiasaan
perempuan. Atau mungkin bawaan
lahir saya, saya tidak tahu.
Selain menari dan mengajar, apa
kesibukan Anda sehari-hari?
Biasa, di kantor. Di kawasan Godean,
Yogyakarta. Dari pagi sampai sore di
kantor. Yang saya lakukan biasanya
Internetan, mendengarkan musik. Itu
penting juga untuk membuat
koreografi.
Musik dan penyanyi favorit Anda
siapa?
Penyanyi favorit saya, ya, Mbak
Waljinah dengan Walangkekek-nya.
Sampai-sampai salah satu karya saya
memakai gending Walangkekek.
Masih suka ngamen di Malioboro?
Oh iya, cuma sekarang masalah saya
adalah waktu. Saya lebih banyak
keluar. Saya biasa di depan Gedung
Agung itu. Di situ tidak ada tempat
fasilitas publiknya (terlalu padat).
Saya ini berasal dari rakyat jelata.
Rakyat kebanyakan. Saya rindu
ngamen di Malioboro. Rindu dengan
kepolosan orang-orang pasar yang
kadang mencubit saya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting